Agung Sulistio Tegaskan: Media Boleh Bermitra, Tapi Tak Boleh Tunduk pada Tekanan

Jakarta, Fokusfakta.id — Di tengah maraknya praktik kemitraan antara media dan lembaga publik, Agung Sulistio menyerukan agar insan pers tetap teguh menjaga independensi dan profesionalisme.

Sebagai Pimpinan Redaksi Sahabat Bhayangkara Indonesia (SBI), sekaligus Ketua Umum Gabungan Media Online Cetak Ternama (GMOCT) dan Ketua II DPP Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI), Agung menegaskan bahwa jurnalisme sejati tidak boleh tunduk pada intervensi siapa pun, termasuk pihak mitra kerja.

“Kemitraan itu penting, tapi tidak boleh menggerus integritas. Ketika ada fakta yang menyangkut mitra, media tetap wajib menulis apa adanya — bukan berdasarkan pesanan. Fakta tidak bisa dibungkam,” ujarnya tegas.

Agung menilai, saat ini masih ada sebagian lembaga yang mencoba mempengaruhi arah pemberitaan dengan alasan kerja sama. Padahal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas menjamin kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara.

“Begitu pihak luar ikut mengatur isi redaksi, itu sama saja melanggar undang-undang. Pers yang membiarkan hal itu terjadi berarti turut menodai konstitusi,” tutur Agung.

Ia menegaskan, hubungan antara media dan mitra seharusnya dibangun atas dasar saling menghormati peran, bukan untuk mengontrol narasi publik.

“Kerja sama boleh, tapi independensi tidak bisa dinegosiasikan. Begitu berita disusun berdasarkan permintaan, bukan kebenaran, maka media sudah kehilangan ruhnya,” tambahnya.

Lebih jauh, Agung mengingatkan bahwa tekanan finansial sering kali menjadi alasan media menutupi fakta. Padahal, hal tersebut jelas melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 dan 2, yang menuntut wartawan untuk independen, akurat, dan berimbang.

Dalam konteks Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Agung menekankan bahwa masyarakat berhak memperoleh informasi yang benar dan objektif. Upaya menghambat penyebaran informasi faktual, kata dia, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Pasal 18 ayat (1) UU Pers, yang memuat sanksi pidana bagi siapa pun yang menghalangi kemerdekaan pers.

“Pers bekerja atas mandat hukum, bukan mandat sponsor. Siapa pun yang mencoba mengatur berita demi kepentingan tertentu sama saja melawan hukum,” ungkapnya.

Menutup pernyataannya, Agung mengajak seluruh insan pers untuk menjaga marwah profesi dan tidak tergoda oleh kepentingan sesaat.

“Jangan biarkan uang, jabatan, atau kedekatan membunuh integritas. Jurnalis sejati menulis dengan nurani, bukan instruksi. Pers bukan pelengkap kekuasaan, melainkan penjaga kebenaran,” tegas Agung.

Ia menutup dengan pernyataan yang menggema di kalangan jurnalis:

“Lebih baik kehilangan mitra daripada kehilangan integritas. Karena ketika kebenaran bisa dipesan, maka demokrasi hanya tinggal nama.” (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *