MBG untuk Anak Sekolah, MBG bagi Masa Depan

Sebagaimana disampaikan oleh berbagai pihak, Program MBG secara langsung berdampak pada peningkatan ekonomi lokal. Ketika makanan bersumber dari bahan pangan lokal di daerah-daerah penerima manfaat MBG, program akan merangsang produksi pertanian, peternakan, dan perikanan. Tidak kalah pentingnya juga, Program MBG menciptakan lebih dari 1 juta lapangan kerja, terutama bagi perempuan.

Untuk memaksimalkan dampak dari Program MBG, berbagai pihak merekomendasikan beberapa usulan penting. Pertama, para pengelola MBG perlu menyesuaikan pola penyajian makanan dengan mempertimbangkan keragaman menu dan relevansi budaya. Tawarkan makanan yang bervariasi dan sesuai budaya untuk meningkatkan penerimaan siswa dan mengurangi pemborosan. Atur resep sedemikian rupa untuk meningkatkan cita rasa dan nilai gizi tanpa bergantung pada makanan olahan pabrik.

Kedua, Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai leading sector pelaksana Program MBG sangat perlu memberikan edukasi gizi kepada semua pihak, termasuk anak-anak, orang tua, dan masyarakat umum. Integrasikan literasi pangan ke dalam kurikulum untuk membantu anak-anak dan keluarga membuat pilihan yang lebih sehat. Kita juga perlu mendorong keterlibatan orang tua untuk memperkuat kebiasaan sehat seluruh anggota keluarga di rumah.

Ketiga, setiap satuan pengelola MBG, dalam hal ini Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) disarankan untuk menjalin kerja sama kemitraan dengan berbagai komunitas di sekitarnya. SPPG perlu berkolaborasi dengan kelompok petani lokal, penyedia katering, dan dinas kesehatan untuk memastikan keberlanjutan dan kesegaran stok bahan pangan. SPPG juga mesti memberdayakan setiap sekolah untuk mengelola distribusi MBG kepada siswanya melalui pelatihan dan pengawasan yang tepat.

Salah satu persoalan yang umum ditemukan dalam Program MBG adalah keracunan makanan. Meskipun bermanfaat, distribusi makanan dalam skala besar mengandung risiko. Dari data terakhir, tidak kurang dari 5000-an siswa penerima manfaat MBG telah menjadi korban insiden keracunan makanan yang disediakan oleh puluhan SPPG di berbagai daerah.

Untuk mengatasi masalah tersebut, para pihak terkait mendesak agar dilakukan reformasi segera terhadap Program MBG melalui berbagai langkah strategis. Pertama, BGN dan seluruh unit pelaksana teknis MBG perlu menerapkan protokol kebersihan yang ketat. MBG harus menegakkan standar keamanan pangan di setiap tahapan, mulai dari pengadaan hingga penyajian. BGN bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) wajib melaksanakan inspeksi rutin terhadap dapur, peralatan, dan penjamah makanan.

Kedua, setiap SPPG harus disiplin dalam hal kontrol suhu makanan dan waktu penyajian. Petugas perlu selalu memastikan makanan dimasak hingga matang dan disimpan pada suhu aman. Juga, perlu pembatasan waktu antara persiapan dan konsumsi makanan untuk mengurangi pertumbuhan bakteri.

Ketiga, BGN perlu memperketat sistem pemantauan dan akuntabilitas yang transparan. Lembaga tersebut harus menetapkan prosesdur dan mekanisme dalam melacak dan merespons insiden keamanan pangan. BGN juga dituntut untuk tegas menghentikan operasional pada SPPG yang melakukan pelanggaran yang mengakibatkan keracunan makanan pada penerima manfaat, walaupun dalam jumlah yang sangat kecil.

Program makanan bergizi gratis bukan hanya inisiatif pemerintah, program ini harus dipandang sebagai komitmen rakyat Indonesia untuk membina generasi mendatang. Pemerintah Indonesia menargetkan melayani lebih dari 82,9 juta anak pada tahun-tahun mendatang, dunia mengamati dengan saksama. Karena ketika anak-anak mendapatkan gizi yang baik, mereka tidak hanya lebih sehat, mereka juga siap untuk belajar, bertumbuh, dan menjadi memimpin dunia masa depan. (*)

Penulis: Alumni Program Persahabatan Indonesia-Jepang Abad-21 pada tahun 2000

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *